Minggu, 25 Mei 2014

contoh laporan genetika tanaman

KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.

Dalam penyusunan laporan ini tidaklah terlepas dari bimbingan dan petunjuk. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Etik Puji Handayani, M.Si. selaku dosen mata kuliah Genetika Tanaman.


Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih ada kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya kemampuan kami. Untuk itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan ke depan. Semoga laporan ini bermanfaat.



Metro, 09 Januari 2013




       Penyusun
















DAFTAR ISI

Halaman Judul ..........................................................................................     i
Kata Pengantar ..........................................................................................    ii
Daftar Isi ...................................................................................................     iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah ............................................................     1
1.2  Tujuan Praktikum ......................................................................      1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dominasi ...................................................................................      2
2.2 Perkawinan Dihibrid .................................................................      3

BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ..................................................      6
3.2 Alat dan Bahan .........................................................................      6
3.3 Prosedur Kerja ..........................................................................      6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN ......................................................   7

BAB V KESIMPULAN ...........................................................................   18

Daftar Pustaka ............................................................................................   19









BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Beberapa cara penurunan sifat tidak mengikuti hukum Mendel II dengan rasio klasik F2 = 9:3:3:1. Akan tetapi, kedua pasangan gen ini akan mengadakan interaksi (kerja sama) yang menghasilkan fenotip baru atau ada pula yang terjadi penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain yang disebut epistatis. Ada beberapa macam epistatis, antara lain:
-          Epistatis dominan (perbandingan 12:3:1)
-          Epistatis resesif / modifying gen (perbandingan 9:4:3)
-          Epistatis dominan resesif / inhibiting gen (perbandingan 13:3)
-          Epistatis dominan duplikat / polimeri (perbandingan 15:1)
-          Epistatis resesif duplikat / complementary factor (perbandingan 9:7)
-          Gen duplikat dengan efek komulatif (perbandingan 9:6:1)


1.2  Tujuan Praktikum

-          Mengetahui beberapa bentuk penyimpangan dari hukum Mendel, seperti kliptomeri, polimeri, atavisme, gen komplementer, serta epistatis dan hipostatis.
-          Mengetahui dan dapat membedakan perbandingan-perbandingan rasio fenotip pada berbagai macam penyimpangan epistatis.
-          Dapat mengetahui dan mempelajari sebab-sebab terjadinya berbagai macam penyimpangan terhadap hukum Mendel.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Dominasi

Setiap makhluk hidup memiliki sifat alamiah yaitu mengadakan keturunan agar jenisnya tidak punah. Perkembangbiakan dapat berlangsung secara vegetatif (aseksual) ataupun generatif (seksual).

Orang pertama yang melakukan percobaan perkawinan silang adalah George Mendel, seorang rahib Austria yang hidup pada tahun 1822-1884 di sebuah biara laki-laki di Brunn.

Mendel memilih tanaman ercis untuk percobaannya karena :
1)      Tanaman ini memiliki siklus hidup yang pendek, mudah tumbuh dan disilangkan.
2)      Memiliki bunga sempurna (benang sari dan putik), sehingga terjadi penyerbukan sendiri.
3)      Memiliki 7 sifat dengan perbedaan yang mencolok, seperti batang (tinggi, kerdil); buah polong (hijau, kuning); warna bunga (ungu, putih); letak bunga (aksial, terminal); warna biji (hijau, kuning); permukaan biji (licin, kerut); dan warna kulit biji (abu-abu, putih).

Mendel menyebut bahan keturunan sebagai faktor penentu, tetapi kini faktor penentu itu lebih dikenal dengan istilah gen. Dengan ditemukannya kromosom (benda halus berbentuk batang lurus / bengkok di dalam sel), maka Wilhelm Roux (1883) berpendapat bahwa kromosom merupakan pembawa faktor keturunan. Pendapat ini diperkuat oleh eksperimen T.Boveri dan W.S.Sutton (1902) yang membuktikan bahwa gen merupakan bagian dari kromosom. Teori ini dikenal sebagai teori kromosom. Kemudian diketahui bahwa gen diwariskan dari orang tua kepada keturunannya lewat gamet (sel kelamin).

Dalam suatu perkawinan ada suatu tanda sifat tinggi yang mengalahkan sifat kerdil yang disebut sifat dominan, sedangkan sifat yang dikalahkan disebut sifat resesif. Adapun sifat keturunan yang dapat diamati secara langsung (warna, bentuk, ukuran) disebut fenotip, sedangkan sifat dasar yang tetap (tidak berubah karena lingkungan) dan tidak nampak disebut genotip (misalnya TT, tt).

Anggota dari sepasang gen yang memiliki pengaruh berlawanan disebut alel. Homozigot adalah individu yang genotipnya terdiri dari alel yang sama (TT, tt), sedangkan heterozigot  adalah individu yang genotipnya terdiri dari pasangan alel yang tidak sama (Tt). Hasil perkawinan antara dua individu, dapat dibedakan :
-          Monohibrid adalah suatu hibrid dengan 1 sifat beda (Aa)
-          Dihibrid adalah suatu hibrid dengan 2 sifat beda (AaBb)
-          Trihibrid adalah suatu hibrid dengan 3 sifat beda (AaBbCc)

2.2  Perkawinan Dihibrid

Dalam perkawinan dua individu dapat mempunyai sifat beda lebih dari satu, misalnya beda warna dan bentuk. Hasil persilangannya (F1) dinamakan dihibrid. Misalnya pada percobaan Mendel dengan tanaman ercis terhadap dua sifat beda, yaitu bentuk biji dan warna biji, yang ditentukan oleh gen-gen yang berbeda yaitu:
-          B = gen untuk biji bulat
-          b = gen untuk biji keriput
-          K= gen untuk biji warna kuning
-          k = gen untuk biji warna hijau
Jadi, bentuk bulat dan warna kuning adalah dominan.

Jika tanaman ercis berbiji bulat-kuning homozigot (BBKK) disilangkan dengan tanaman ercis berbiji keriput-hijau (bbkk), maka semua tanaman F1 berbiji bulat-kuning. Apabila tanaman F1 ini menyerbuk sendiri, maka tanaman ini akan membentuk 4 macam gamet baik jantan maupun betina, masing-masing dengan kombinasi BK, Bk, bK, dan bk. Sehingga dalam F2 diharapkan 4x4=16 kombinasi, yang terdiri atas 4 macam fenotip, yaitu tanaman berbiji bulat-kuning  (9/16 bagian), berbiji bulat-hijau (3/16 bagian), berbiji keriput-kuning (3/16 bagian), dan berbiji keriput-hijau (1/16 bagian). Dua diantara keempat fenotip itu serupa dengan induknya, yaitu berbiji bulat-kuning dan keriput-hijau, sedangkan dua fenotip lainnya merupakan hasil baru, yaitu berbiji bulat-hijau dan keriput-kuning.

Hasil persilangan dihibrid ditunjukkan pada diagram berikut.

P1                 BBKK     x      bbkk
Gamet              BK                bk
F1                             BbKk
P2                 F1        x          F1
F2
Gamet
BK
Bk
bK
bk
BK
BBKK
BBKk
BbKK
BbKk
Bk
BBKk
BBkk
BbKk
Bbkk
bK
BbKK
BbKk
bbKK
bbKk
Bk
BbKk
Bbkk
bbKk
bbkk

Berdasarkan data hasil percobaan tersebut, Mendel menyusun hukum ke-II yang disebut hukum pengelompokkan gen secara bebas (The Law of Independent Assortment of Genes). Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi (miosis) pada waktu pembentukan gamet-gamet. Oleh karena itu, pada contoh dihibrid terjadi 4 macam pengelompokkan dua pasang gen, yaitu :
-          Gen B mengelompok dengan gen K, terdapat dalam gamet BK.
-          Gen B mengelompok dengan gen k, terdapat dalam gamet Bk.
-          Gen b mengelompok dengan gen K, terdapat dalam gamet bK.
-          Gen b mengelompok dengan gen k, terdapat dalam gamet bk.






BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Waktu      : Sabtu, 22 Desember 2012
Tempat     : Lab. Agroteknologi STIPER Dharma Wacana Metro

3.2 Alat dan Bahan

-          Kancing berwarna
-          Alat tulis
-          Tabel pengamatan

3.3 Prosedur Kerja

-          Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum.
-          Diambil satu kantong plastik yang berisi kancing berwarna, kemudian dikocok hingga homogen.
-          Diambil sepasang kancing, kemudian dicatat hasilnya.
-          Pengambilan kancing dilakukan sebanyak 20 x dan dicatat pada lembar pengamatan yang telah disediakan.
-          Kode kantong dicantumkan pada bagian atas.
-          Catat data hasil pengamatan dalam bentuk laporan (print out dan CD).







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Biasanya kita beranggapan bahwa suatu sifat keturunan yang nampak pada suatu individu ditentukan oleh sebuah gen tunggal, misalnya bunga merah oleh gen M, bunga putih oleh gen m, dsb.

Akan tetapi, dalam kehidupan sehar-hari seringkali kita mengetahui bahwa cara diwariskannya sifat keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman tersebut di atas, karena sulit sekali disesuaikan dengan hukum-hukum Mendel.

Sebuah contoh klasik pada tahun 1906, W.Bateson dn R.C.Punnet menemukan bahwa pada persilangan F2 dapat menghasilkan rasio fenotip 14:1:1:3. Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong dengan bunga merah yang serbuk sarinya bulat. Rasio fenotip dari keturunan ini menyimpang dari hukum Mendel yang seharusnya pada keturunan kedua (F2) perbandingan rasionya 9:3:3:1.

Tahun 1910 T.H.Morgan, seorang sarjana Amerika dapat memecahkan misteri tersebut. Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen dan mekanisme pewarisannya menyimpang dari Hukum II Mendel. Pada lalat buah, sampai saat ini telah diketahui kira-kira ada 5.000 gen, sedangkan lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja.

Berarti,pada sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja, melainkan puluhan bahkan ratusan gen. pada umumnya, gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan sifat, tetapi ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain untuk menumbuhkan sifat. Gen tersebut mungkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda.
Interaksi antargen akan menimbulkan perbandingan fenotip yang keturunannya menyimpang dari hukum Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan semu hukum Mendel. Jika pada persilangan dihibrid, menurut Mendel perbandingan fenotip F2 adalah 9:3:3:1, pada penyimpangan semu perbandingan tersebut dapat menjadi (9:3:4); (9:7); atau (12:3:1).

Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari 9:3:3:1. Interaksi gen yang menyebabkan terjadinya penyimpangan hukum Mendel terdapat empat bentuk, yaitu atavisme, kriptomeri, polimeri, epistasis dan hipostasis, serta gen komplementer.

a)      Atavisme (Interaksi Gen)
Atavisme atau interaksi bentuk pada pial (jengger) ayam diungkap pertama kali oleh W.Bateson dan R.C.Punnet. Karakter jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yang berinteraksi. Pada beberapa jenis ayam,  gen R mengatur jengger untuk bentuk rose (mawar), gen P untuk fenotip pea. Gen R dan gen P jika bertemu membentuk fenotip walnut. Adapun gen r bertemu p menimbulkan fenotip single.
Description: image

Berdasarkan hasil persilangan tersebut, kita mendapatkan rasio fenotip sebagai berikut :
                  9 Walnut : 3 Rose : 3 Pea : 1 Singel
Berbeda dengan persilangan yang dilakukan oleh Mendel dengan kacang ercisnya, maka sifat dua buah bentuk jengger dalam satu ayam sangatlah ganjil. Dengan adanya interaksi antara dua gen dominan dangen resesif seluruhnya akan menghasilkan variasi fenotip baru, yakni rose dan pea. Gen dominan R yang berinteraksi dengan gen resesif P akan menghasilkan bentuk jengger rose dan gen rersesif r yang bertemu dengan gen dominan P akan menghasilkan bentuk jengger pea. Perbedaan bentuk jengger ayam ini dinamakan dengan atavisme.

Contoh :
Diadakan penyilangan antara ayam berpial pea dan ayam berpial rose. Anak ayam keturunan F1 ada yang berpial tunggal. Dari hasil penyilangan ini, bagaimanakah fenotip kedua parentalnya?
Jawab :
Diketahui bahwa rrP = pial pea; Rpp = pial rose; RP = pial walnut; dan rrpp = pial single. Kita coba kemungkinan pertama bahwa kedua parentalnya bergenotip heterozigot.
Description: image
Jadi, genotip parental yang akan menghasilkan salah satu keturunan berpial tunggal adalah rrPp x Rrpp.

b)      Kriptomeri
Salah satu penyimpangan dari hukum Mendel adalah adanya kriptomeri, yaitu gen dengan sifat dominan yang hanya akan muncul jika hadir bersama dengan gen dominan lainnya. Peristiwa ini pertama kali diamati oleh Correns pada saat pertama kali mendapatkan hasil perbandingan persilangan bunga Linaria maroccana dari galur murninya yaitu warna merah dan putih. Hasil F1 dari persilangan tersebut ternyata menghasilkan bunga berwarna ungu seluruhnya.

Dari hasil persilangan antara generasi F1 berwarna ungu ini, dihasilkan generasi Linaria maroccana dengan perbandingan F2 keseluruhan antara bunga warna ungu : merah : putih adalah 9:3:4.

Setelah dilakukan penelitian, warna bunga merah ini disebabkan oleh antosianin, yakni pigmen yang berada dalam bunga. Bunga berwarna merah diidentifikasi sebagai bunga yang tidak memiliki antosianin. Dari penenlitian lebih jauh, ternyata warna merah disebabkan oleh antosianin yang hadir dalam kondisi sel yang asam dan jika hadir dalam kondisi basa akan dihasilkan bunga dengan warna ungu. Bunga tanpa antosianin akan tetap berwarna putih jika hadir dalam kondisi asam ataupun basa. Bunga merah ini bersifat dominan terhadap bunga putih yang tidak berantosianin.

Jika kita misalkan bungan dengan antosianina dalah A dan bungan tanpa antosiani adalah a, sedangkan pengendali sifat sitoplasma basa adalah B dan pengendali sitoplasma bersuasana asam adalah b, persilangan antara bunga putih dengan bunga merah hingga dihasilkan keturunan kedua sebagai berikut
Description: image
AABB, 2 AABb, 2 AaBB, 4 AaBb = 9 ungu
AAbb, 2 Aabb = 3 merah
aaBB, 2 aaBb, aabb = 4 putih

Description: image

c)      Polimeri
Salah satu tujuan dari persilangan adalah menghasilkan varietas yang diinginkan atau hadirnya varietas baru. Dari persilangan yang dilakukan oleh Nelson Ehle pada gandum dengan warna biji merah dengan putih, ia menemukan variasi warna merah yang dihasilkan pada keturunannya.

Peristiwa ini mirip dengan persilangan dihibrid tidak dominan sempurna yang menghasilkan warna peralihan seperti merah muda. Hanya saja, warna yang dihasilkan ini tidak hanya dikontrol oleh satu pasang gen saja, melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus, namun masih mempengaruhi terhadap sifat yang sama. Peristiwa ini dinamakan polimeri.





Pada contoh kasus persilangan antara biji gandum berwarna merah dengan biji gandum berwarna putih dapat dilihat pada bagan berikut.

Description: image

Hasil persilangan di atas menghasilkan perbandingan fenotip 15 kulit biji berwarna merah dan hanya 1 kulit biji berwarna putih . warna merah dihasilkan oleh gen dominan yang terkandung di dalam gandum tersebut, baik M1 maupun M2.

Pada kenyataannya, warna merah yang dihasilkan sangat bervariasi, mulai dari warna merah tua, merah sedang, merah muda, sampai merah pudar mendekati putih. Semakin banyak gen dominan yang menyusunnya, semakin merah juga warna kulit gandum tersebut.
Description: image

Peristiwa polimeri ini melibatkan beberapa gen yang berada di dalam lokus berbeda, namun mempengaruhi satu sifat yang sama. Pada kasus warna kulit biji gandum ini, efek dari hadirnya gen dominan bersifat akumulatif terhadap penampakan warna merah. Jadi, semakin banyak gen dominan pada organism, akan semakin merah juga dihasilkan warna kulit biji gandumnya.

d)     Epistasis dan Hipostasis
Dalam interaksi beberapa gen ini, kadang salah satu gen bersifat menutupi baik terhadap alelnya dan alel lainnya. Sifat ini dikenal dengan nama epistasis dan hipostasis. Epitasis adalah sifat yang menutupi, sedangkan hipotasis adalah sifat yang ditutupi.

Pasangan gen yang menutupi sifat lain tersebut dapat berupa gen resesif atau gen dominan. Apabila pasangan gen dominan yang menyebabkan epistasis, prosesnya dinamakan epistasis dominan, tetapi jika penyebabnya adalah pasangan gen resesif, prosesnya dinamakan epistasis resesif.

Peristiwa epistasis ini dapat ditemukan pada pembentukan warna biji tanaman sejenis gandum dan pembentukan warna kulit labu (Cucurbita pepo). Pada pembentukan warna kulit biji gandum, Nelson Ehle menyilangkan dua varietas gandum warna kulit biji hitam dengan warna kulit biji kuning.

Nelson Ehle adalah seorang peneliti yang pertama kali mengamati pengaruh epistasis dan hipostasis pada pembentukan warna kulit biji gandum. Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa 100% warna kulit biji yang dihasilkan adalah hitam.
Description: image

Dari diagram tersebut dapat kita peroleh perbandingan fenotipnya, yaitu 12 hitam : 3 kuning : 1 putih.

Dapat dilihat pada persilangan ini, setiap kemunculan gen H dominan, maka fenotip yang dihasilkannya adalah langsung warna biji hitam. Warna biji kuning hanya akan hadir apabila gen dominan K bertemu dengan gen resesif h, sedangkan dominan H bersifat epitasis terhadap gen K sehingga peristiwa ini dinamakan epitasis dominan.

Peristiwa epistasis lainnya dapat ditemukan pada permukaan warna rambut tikus. Warna hitam pada rambut tikus disebabkan oleh adanya gen R dan C bersama, sedangkan warna krem disebabkan oleh rr dan C. Apabila terdapat gen cc, akan dihasilkan warna albino. Perhatikan diagram berikut.
Description: imageDescription: image

Persilangan antartikus berwarna hitam homozigot dengan tikus berwarna albino menghasilkan generasi pertama F1 tikus berwarna hitam semua. Berdasarkan hasil persilangan kedua, ternyata dihasilkan rasio fenotip 9 hitam : 3 krem : 4 albino.

Kita dapat melihat, adanya gen resesif cc menyebabkan semua warna rambut tikus albino. Adapun kombinasi gen dominan menyebabkan warna hitam. Hadirnya gen dominan C menyebabkan warna rambut tikus krem.

e)      Gen Komplementer
Salah satu tipe interaksi gen-gen pada organism adalah saling mendukung munculnya suatu fenotip atau sifat. W.Baseton dan R.C.Punnet yang bekerja pada bungan Lathyrus adoratus menemukan kenyataan ini.
Mereka melakukan persilangan sesama bunga putih dan menghasilkan keturunan F2 bunga berwarna ungu seluruhnya. Pada persilangan bunga-bunga berwarna ungu F2, ternyata dihasilkan bunga dengan warna putih dalamjumlah yang banyak dan berbeda dengan perkiraan sebelumnya, baik hukum Mendel atau sifat kriptomeri.

Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh keduanya mengungkapkan ada dua gen yang berinteraksi memepengaruhi warna bunga, yakni gen yang mengontrol munculnya bahan pigmen (C) dan gen yang mengaktifkan bahan tersebut (P). Jika keduanya tidak hadir bersamaan, tentu tidak saling melengkapi antara sifat satu dengan yang lainnya danmenghasilkan bunga dengan warna putih (tidak berpigmen). Apabila tidak ada bahan pigmen, tentu tidak akan muncul warna, meskipun ada bahan pengaktif pigmennya.

Begitupun sebaliknya, apabila tidak ada pengaktif pigmen maka pigmen yang telah ada tidak akan dimunculkan dan tetap menghasilkan bunga tanpa pigmen (berwarna putih). Persilangan yang dilakukan oleh Bateson dan Punnet dapat diamati pada diagram berikut ini.

Sifat yang dihasilkan oleh interaksi gen yang saling melengkapi da bekerja sama ini dinamkan komplementer. Ketidakhadiran sifat dominan pada suatu pasangan gen tidak akan memunculkan sifat fenotip dan hanya akan muncul apabila hadir bersama-sama dalam pasangan gen dominannya.






BAB V
KESIMPULAN

Bentuk penyimpangan dari hukum Mendel meliputi :
-          Kriptomeri
-          Gen komplementer
-          Atavisme
-          Epistatis dan hipostatis
-          Polimeri

Perbandingan-perbandingan rasio fenotip pada penyimpangan epistatis :
-          Epistatis dominan (perbandingan 12:3:1)
-          Epistatis resesif / modifying gen (perbandingan 9:4:3)
-          Epistatis dominan resesif / inhibiting gen (perbandingan 13:3)
-          Epistatis dominan duplikat / polimeri (perbandingan 15:1)
-          Epistatis resesif duplikat / complementary factor (perbandingan 9:7)
-          Gen duplikat dengan efek komulatif (perbandingan 9:6:1)

Sebab terjadinya penyimpangan hukum Mendel adalah munculnya individu baru yang memiliki sifat yang berbeda dari kedua induknya.





DAFTAR PUSTAKA

Suryo. 1990.Genetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar