KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat taufiq dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan
ini tidaklah terlepas dari bimbingan dan petunjuk. Untuk itu, kami mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Etik
Puji Handayani, M.Si. selaku
dosen mata kuliah Genetika Tanaman.
Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan laporan ini masih ada kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya kemampuan kami. Untuk
itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan ke depan. Semoga laporan ini bermanfaat.
Metro, 09
Januari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................... i
Kata Pengantar
.......................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
............................................................ 1
1.2 Tujuan Praktikum ...................................................................... 1
BAB
II TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Dominasi ................................................................................... 2
2.2 Perkawinan Dihibrid
................................................................. 3
BAB
III BAHAN
DAN METODE
3.1 Waktu
dan Tempat Praktikum
.................................................. 6
3.2 Alat
dan Bahan ......................................................................... 6
3.3 Prosedur
Kerja .......................................................................... 6
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHAN ...................................................... 7
BAB
V KESIMPULAN
........................................................................... 18
Daftar Pustaka ............................................................................................ 19
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Beberapa cara
penurunan sifat tidak mengikuti hukum Mendel II dengan rasio klasik F2 =
9:3:3:1. Akan tetapi, kedua pasangan gen ini akan mengadakan interaksi (kerja
sama) yang menghasilkan fenotip baru atau ada pula yang terjadi penutupan
ekspresi oleh pasangan gen lain yang disebut epistatis. Ada beberapa macam
epistatis, antara lain:
-
Epistatis dominan (perbandingan 12:3:1)
-
Epistatis resesif / modifying gen (perbandingan 9:4:3)
-
Epistatis dominan resesif / inhibiting gen (perbandingan 13:3)
-
Epistatis dominan duplikat / polimeri (perbandingan 15:1)
-
Epistatis resesif duplikat / complementary factor (perbandingan 9:7)
-
Gen duplikat dengan efek komulatif (perbandingan 9:6:1)
1.2
Tujuan Praktikum
-
Mengetahui beberapa bentuk penyimpangan dari hukum Mendel, seperti
kliptomeri, polimeri, atavisme, gen komplementer, serta epistatis dan
hipostatis.
-
Mengetahui dan dapat membedakan perbandingan-perbandingan rasio fenotip
pada berbagai macam penyimpangan epistatis.
-
Dapat mengetahui dan mempelajari sebab-sebab terjadinya berbagai macam
penyimpangan terhadap hukum Mendel.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Dominasi
Setiap makhluk hidup memiliki sifat
alamiah yaitu mengadakan keturunan agar jenisnya tidak punah. Perkembangbiakan
dapat berlangsung secara vegetatif (aseksual) ataupun generatif (seksual).
Orang pertama yang melakukan
percobaan perkawinan silang adalah George Mendel, seorang rahib Austria yang
hidup pada tahun 1822-1884 di sebuah biara laki-laki di Brunn.
Mendel memilih tanaman ercis untuk
percobaannya karena :
1) Tanaman ini memiliki siklus hidup yang
pendek, mudah tumbuh dan disilangkan.
2) Memiliki bunga sempurna (benang sari dan
putik), sehingga terjadi penyerbukan sendiri.
3) Memiliki 7 sifat dengan perbedaan yang
mencolok, seperti batang (tinggi, kerdil); buah polong (hijau, kuning); warna
bunga (ungu, putih); letak bunga (aksial, terminal); warna biji (hijau,
kuning); permukaan biji (licin, kerut); dan warna kulit biji (abu-abu, putih).
Mendel menyebut bahan keturunan
sebagai faktor penentu, tetapi kini faktor penentu itu lebih dikenal dengan
istilah gen. Dengan ditemukannya
kromosom (benda halus berbentuk batang lurus / bengkok di dalam sel), maka
Wilhelm Roux (1883) berpendapat bahwa kromosom merupakan pembawa faktor
keturunan. Pendapat ini diperkuat oleh eksperimen T.Boveri dan W.S.Sutton
(1902) yang membuktikan bahwa gen merupakan bagian dari kromosom. Teori ini
dikenal sebagai teori kromosom. Kemudian diketahui bahwa gen diwariskan dari
orang tua kepada keturunannya lewat gamet (sel kelamin).
Dalam suatu perkawinan ada suatu
tanda sifat tinggi yang mengalahkan sifat kerdil yang disebut sifat dominan, sedangkan sifat yang
dikalahkan disebut sifat resesif.
Adapun sifat keturunan yang dapat diamati secara langsung (warna, bentuk,
ukuran) disebut fenotip, sedangkan
sifat dasar yang tetap (tidak berubah karena lingkungan) dan tidak nampak
disebut genotip (misalnya TT, tt).
Anggota dari sepasang gen yang
memiliki pengaruh berlawanan disebut alel.
Homozigot adalah individu yang
genotipnya terdiri dari alel yang sama (TT, tt), sedangkan heterozigot adalah individu
yang genotipnya terdiri dari pasangan alel yang tidak sama (Tt). Hasil
perkawinan antara dua individu, dapat dibedakan :
-
Monohibrid
adalah suatu hibrid dengan 1 sifat beda (Aa)
-
Dihibrid
adalah suatu hibrid dengan 2 sifat beda (AaBb)
-
Trihibrid
adalah suatu hibrid dengan 3 sifat beda (AaBbCc)
2.2 Perkawinan Dihibrid
Dalam perkawinan dua individu dapat
mempunyai sifat beda lebih dari satu, misalnya beda warna dan bentuk. Hasil
persilangannya (F1) dinamakan dihibrid. Misalnya pada percobaan Mendel dengan
tanaman ercis terhadap dua sifat beda, yaitu bentuk biji dan warna biji, yang
ditentukan oleh gen-gen yang berbeda yaitu:
-
B
= gen untuk biji bulat
-
b
= gen untuk biji keriput
-
K=
gen untuk biji warna kuning
-
k = gen untuk biji warna hijau
Jadi, bentuk bulat
dan warna kuning adalah dominan.
Jika tanaman ercis
berbiji bulat-kuning homozigot (BBKK) disilangkan dengan tanaman ercis berbiji
keriput-hijau (bbkk), maka semua tanaman F1 berbiji bulat-kuning. Apabila
tanaman F1 ini menyerbuk sendiri, maka tanaman ini akan membentuk 4 macam gamet
baik jantan maupun betina, masing-masing dengan kombinasi BK, Bk, bK, dan bk.
Sehingga dalam F2 diharapkan 4x4=16 kombinasi, yang terdiri atas 4 macam
fenotip, yaitu tanaman berbiji bulat-kuning
(9/16 bagian), berbiji bulat-hijau (3/16 bagian), berbiji keriput-kuning
(3/16 bagian), dan berbiji keriput-hijau (1/16 bagian). Dua diantara keempat
fenotip itu serupa dengan induknya, yaitu berbiji bulat-kuning dan
keriput-hijau, sedangkan dua fenotip lainnya merupakan hasil baru, yaitu
berbiji bulat-hijau dan keriput-kuning.
Hasil persilangan dihibrid
ditunjukkan pada diagram berikut.
P1 BBKK x
bbkk
Gamet BK bk
F1 BbKk
P2 F1 x F1
F2
Gamet
|
BK
|
Bk
|
bK
|
bk
|
BK
|
BBKK
|
BBKk
|
BbKK
|
BbKk
|
Bk
|
BBKk
|
BBkk
|
BbKk
|
Bbkk
|
bK
|
BbKK
|
BbKk
|
bbKK
|
bbKk
|
Bk
|
BbKk
|
Bbkk
|
bbKk
|
bbkk
|
Berdasarkan data
hasil percobaan tersebut, Mendel menyusun hukum ke-II yang disebut hukum pengelompokkan
gen secara bebas (The Law of Independent Assortment of Genes). Hukum ini
menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas ketika
berlangsung pembelahan reduksi (miosis) pada waktu pembentukan gamet-gamet.
Oleh karena itu, pada contoh dihibrid terjadi 4 macam pengelompokkan dua pasang
gen, yaitu :
-
Gen B mengelompok dengan gen K, terdapat dalam gamet BK.
-
Gen B mengelompok dengan gen k, terdapat dalam gamet Bk.
-
Gen b mengelompok dengan gen K, terdapat dalam gamet bK.
-
Gen b mengelompok dengan gen k, terdapat dalam gamet bk.
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Waktu : Sabtu, 22 Desember 2012
Tempat : Lab. Agroteknologi STIPER Dharma Wacana
Metro
3.2 Alat dan Bahan
-
Kancing berwarna
-
Alat tulis
-
Tabel pengamatan
3.3 Prosedur Kerja
-
Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum.
-
Diambil satu kantong plastik yang berisi kancing berwarna, kemudian dikocok
hingga homogen.
-
Diambil sepasang kancing, kemudian dicatat hasilnya.
-
Pengambilan kancing dilakukan sebanyak 20 x dan dicatat pada lembar
pengamatan yang telah disediakan.
-
Kode kantong dicantumkan pada bagian atas.
-
Catat data hasil pengamatan dalam bentuk laporan (print out dan CD).
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biasanya kita beranggapan
bahwa suatu sifat keturunan yang nampak pada suatu individu ditentukan oleh
sebuah gen tunggal, misalnya bunga merah oleh gen M, bunga putih oleh gen m,
dsb.
Akan tetapi, dalam
kehidupan sehar-hari seringkali kita mengetahui bahwa cara diwariskannya sifat
keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman tersebut di atas, karena
sulit sekali disesuaikan dengan hukum-hukum Mendel.
Sebuah contoh
klasik pada tahun 1906, W.Bateson dn R.C.Punnet menemukan bahwa pada
persilangan F2 dapat menghasilkan rasio fenotip 14:1:1:3. Mereka menyilangkan
kacang kapri berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong dengan bunga merah yang
serbuk sarinya bulat. Rasio fenotip dari keturunan
ini menyimpang dari hukum Mendel yang seharusnya pada keturunan kedua (F2)
perbandingan rasionya 9:3:3:1.
Tahun 1910 T.H.Morgan, seorang
sarjana Amerika dapat memecahkan misteri tersebut. Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen dan
mekanisme pewarisannya menyimpang dari Hukum II Mendel. Pada lalat buah, sampai
saat ini telah diketahui kira-kira ada 5.000 gen, sedangkan lalat buah hanya
memiliki 4 pasang kromosom saja.
Berarti,pada
sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja, melainkan puluhan bahkan
ratusan gen. pada umumnya, gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk
menumbuhkan sifat, tetapi ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi
oleh gen lain untuk menumbuhkan sifat. Gen tersebut mungkin terdapat pada
kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda.
Interaksi antargen
akan menimbulkan perbandingan fenotip yang keturunannya menyimpang dari hukum
Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan semu hukum Mendel. Jika
pada persilangan dihibrid, menurut Mendel perbandingan fenotip F2 adalah
9:3:3:1, pada penyimpangan semu perbandingan tersebut dapat menjadi (9:3:4);
(9:7); atau (12:3:1).
Perbandingan tersebut merupakan
modifikasi dari 9:3:3:1. Interaksi gen yang menyebabkan terjadinya penyimpangan
hukum Mendel terdapat
empat bentuk, yaitu atavisme,
kriptomeri, polimeri, epistasis
dan hipostasis, serta gen komplementer.
a) Atavisme (Interaksi Gen)
Atavisme atau interaksi
bentuk pada pial (jengger) ayam diungkap pertama kali oleh W.Bateson dan
R.C.Punnet. Karakter jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua
gen yang berinteraksi. Pada beberapa jenis ayam, gen R mengatur jengger untuk bentuk rose
(mawar), gen P untuk fenotip pea. Gen
R dan gen P jika bertemu membentuk fenotip walnut. Adapun
gen r bertemu p menimbulkan fenotip single.
Berdasarkan hasil
persilangan tersebut, kita mendapatkan rasio fenotip sebagai berikut :
9 Walnut : 3 Rose : 3 Pea : 1 Singel
Berbeda dengan
persilangan yang dilakukan oleh Mendel dengan kacang ercisnya, maka sifat dua
buah bentuk jengger dalam satu ayam sangatlah ganjil. Dengan adanya interaksi
antara dua gen dominan dangen resesif seluruhnya akan menghasilkan variasi
fenotip baru, yakni rose dan pea. Gen dominan R yang berinteraksi dengan gen
resesif P akan menghasilkan bentuk jengger rose dan gen rersesif r yang bertemu
dengan gen dominan P akan menghasilkan bentuk jengger pea. Perbedaan bentuk
jengger ayam ini dinamakan dengan atavisme.
Contoh :
Diadakan penyilangan
antara ayam berpial pea dan ayam berpial rose. Anak ayam keturunan F1 ada yang berpial tunggal.
Dari hasil penyilangan ini, bagaimanakah fenotip kedua parentalnya?
Jawab :
Diketahui bahwa rrP =
pial pea; Rpp = pial rose; RP = pial walnut; dan rrpp = pial single. Kita coba
kemungkinan pertama bahwa kedua parentalnya bergenotip heterozigot.
Jadi, genotip parental
yang akan menghasilkan salah satu keturunan berpial tunggal adalah rrPp x Rrpp.
b) Kriptomeri
Salah satu penyimpangan
dari hukum Mendel adalah adanya
kriptomeri, yaitu gen dengan sifat dominan yang hanya akan muncul jika hadir
bersama dengan gen dominan lainnya. Peristiwa ini pertama kali diamati oleh
Correns pada saat pertama kali mendapatkan hasil perbandingan persilangan bunga
Linaria maroccana dari galur murninya
yaitu warna merah dan putih. Hasil F1 dari persilangan tersebut ternyata
menghasilkan bunga berwarna ungu seluruhnya.
Dari hasil persilangan
antara generasi F1 berwarna ungu ini, dihasilkan generasi Linaria maroccana dengan perbandingan F2 keseluruhan antara bunga
warna ungu : merah : putih adalah 9:3:4.
Setelah dilakukan
penelitian, warna bunga merah ini disebabkan oleh antosianin, yakni pigmen yang
berada dalam bunga. Bunga berwarna merah diidentifikasi sebagai bunga yang
tidak memiliki antosianin. Dari penenlitian lebih jauh, ternyata warna merah
disebabkan oleh antosianin yang hadir dalam kondisi sel yang asam dan jika
hadir dalam kondisi basa akan dihasilkan bunga dengan warna ungu. Bunga tanpa
antosianin akan tetap berwarna putih jika hadir dalam kondisi asam ataupun
basa. Bunga merah ini bersifat dominan terhadap bunga putih yang tidak
berantosianin.
Jika kita misalkan
bungan dengan antosianina dalah A dan bungan
tanpa antosiani adalah a, sedangkan pengendali sifat sitoplasma basa adalah B
dan pengendali sitoplasma bersuasana asam adalah b, persilangan antara bunga
putih dengan bunga merah hingga dihasilkan keturunan kedua sebagai berikut
AABB, 2 AABb, 2 AaBB, 4
AaBb = 9 ungu
AAbb, 2 Aabb = 3 merah
aaBB, 2 aaBb, aabb = 4 putih
c) Polimeri
Salah satu tujuan dari
persilangan adalah menghasilkan varietas yang diinginkan atau hadirnya varietas
baru. Dari persilangan yang dilakukan oleh Nelson Ehle pada gandum dengan warna
biji merah dengan putih, ia menemukan variasi warna merah yang dihasilkan pada
keturunannya.
Peristiwa ini mirip
dengan persilangan dihibrid tidak dominan sempurna yang menghasilkan warna
peralihan seperti merah muda. Hanya saja, warna yang dihasilkan ini tidak hanya
dikontrol oleh satu pasang gen saja, melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus,
namun masih mempengaruhi terhadap sifat yang sama. Peristiwa ini dinamakan polimeri.
Pada contoh kasus
persilangan antara biji gandum berwarna merah dengan biji gandum berwarna putih
dapat dilihat pada bagan berikut.
Hasil
persilangan di atas menghasilkan perbandingan fenotip 15 kulit biji berwarna
merah dan hanya 1 kulit biji berwarna putih . warna merah dihasilkan oleh gen
dominan yang terkandung di dalam gandum tersebut, baik M1 maupun M2.
Pada
kenyataannya, warna merah yang dihasilkan sangat bervariasi, mulai dari warna
merah tua, merah sedang, merah muda, sampai merah pudar mendekati putih. Semakin
banyak gen dominan yang menyusunnya, semakin merah juga warna kulit gandum
tersebut.
Peristiwa
polimeri ini melibatkan beberapa gen yang berada di dalam lokus berbeda, namun
mempengaruhi satu sifat yang sama. Pada kasus warna kulit biji gandum ini, efek
dari hadirnya gen dominan bersifat akumulatif terhadap penampakan warna merah.
Jadi, semakin banyak gen dominan pada organism, akan semakin merah juga
dihasilkan warna kulit biji gandumnya.
d) Epistasis
dan Hipostasis
Dalam interaksi
beberapa gen ini, kadang salah satu gen bersifat menutupi baik terhadap alelnya
dan alel lainnya. Sifat ini dikenal dengan nama epistasis
dan hipostasis.
Epitasis adalah sifat yang menutupi, sedangkan hipotasis adalah sifat yang
ditutupi.
Pasangan gen yang
menutupi sifat lain tersebut dapat berupa gen resesif atau gen dominan. Apabila
pasangan gen dominan yang menyebabkan epistasis,
prosesnya dinamakan epistasis
dominan, tetapi jika penyebabnya adalah pasangan gen resesif, prosesnya dinamakan
epistasis resesif.
Peristiwa epistasis ini dapat
ditemukan pada pembentukan warna biji tanaman sejenis gandum dan pembentukan
warna kulit labu (Cucurbita pepo).
Pada pembentukan warna kulit biji gandum, Nelson Ehle menyilangkan dua varietas
gandum warna kulit biji hitam dengan warna kulit biji kuning.
Nelson Ehle adalah
seorang peneliti yang pertama kali mengamati pengaruh epistasis dan hipostasis pada pembentukan
warna kulit biji gandum. Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa 100% warna kulit
biji yang dihasilkan adalah hitam.
Dari diagram
tersebut dapat kita peroleh perbandingan fenotipnya, yaitu 12 hitam : 3 kuning
: 1 putih.
Dapat dilihat
pada persilangan ini, setiap kemunculan gen H dominan, maka fenotip yang
dihasilkannya adalah langsung warna biji hitam. Warna biji kuning hanya akan
hadir apabila gen dominan K bertemu dengan gen resesif h, sedangkan dominan H
bersifat epitasis terhadap gen K sehingga peristiwa ini dinamakan epitasis
dominan.
Peristiwa epistasis
lainnya dapat ditemukan pada permukaan warna rambut tikus. Warna hitam pada
rambut tikus disebabkan oleh adanya gen R dan C bersama, sedangkan warna krem
disebabkan oleh rr dan C. Apabila terdapat gen cc, akan dihasilkan warna
albino. Perhatikan diagram berikut.
Persilangan
antartikus berwarna hitam homozigot dengan tikus berwarna albino menghasilkan
generasi pertama F1 tikus berwarna hitam semua. Berdasarkan hasil persilangan
kedua, ternyata dihasilkan rasio fenotip 9 hitam : 3 krem : 4 albino.
Kita dapat melihat,
adanya gen resesif cc menyebabkan semua warna rambut tikus albino. Adapun
kombinasi gen dominan menyebabkan warna hitam. Hadirnya gen dominan C
menyebabkan warna rambut tikus krem.
e) Gen Komplementer
Salah satu tipe
interaksi gen-gen pada organism adalah saling mendukung munculnya suatu fenotip
atau sifat. W.Baseton dan R.C.Punnet yang bekerja pada bungan Lathyrus adoratus menemukan kenyataan
ini.
Mereka
melakukan persilangan sesama bunga putih dan menghasilkan keturunan F2 bunga
berwarna ungu seluruhnya. Pada persilangan bunga-bunga berwarna ungu F2,
ternyata dihasilkan bunga dengan warna putih dalamjumlah yang banyak dan
berbeda dengan perkiraan sebelumnya, baik hukum Mendel atau sifat kriptomeri.
Penelitian
lebih lanjut yang dilakukan oleh keduanya mengungkapkan ada dua gen yang
berinteraksi memepengaruhi warna bunga, yakni gen yang mengontrol munculnya
bahan pigmen (C) dan gen yang mengaktifkan bahan tersebut (P). Jika keduanya
tidak hadir bersamaan, tentu tidak saling melengkapi antara sifat satu dengan
yang lainnya danmenghasilkan bunga dengan warna putih (tidak berpigmen).
Apabila tidak ada bahan pigmen, tentu tidak akan muncul warna, meskipun ada
bahan pengaktif pigmennya.
Begitupun
sebaliknya, apabila tidak ada pengaktif pigmen maka pigmen yang telah ada tidak
akan dimunculkan dan tetap menghasilkan bunga tanpa pigmen (berwarna putih). Persilangan
yang dilakukan oleh Bateson dan Punnet dapat diamati pada diagram berikut ini.
Sifat yang dihasilkan
oleh interaksi gen yang saling melengkapi da bekerja sama ini dinamkan komplementer. Ketidakhadiran sifat
dominan pada suatu pasangan gen tidak akan memunculkan sifat fenotip dan hanya
akan muncul apabila hadir bersama-sama dalam pasangan gen dominannya.
BAB
V
KESIMPULAN
Bentuk penyimpangan
dari hukum Mendel meliputi :
-
Kriptomeri
-
Gen komplementer
-
Atavisme
-
Epistatis dan hipostatis
-
Polimeri
Perbandingan-perbandingan
rasio fenotip pada penyimpangan epistatis :
-
Epistatis dominan (perbandingan 12:3:1)
-
Epistatis resesif / modifying gen (perbandingan 9:4:3)
-
Epistatis dominan resesif / inhibiting gen (perbandingan 13:3)
-
Epistatis dominan duplikat / polimeri (perbandingan 15:1)
-
Epistatis resesif duplikat / complementary factor (perbandingan 9:7)
-
Gen duplikat dengan efek komulatif (perbandingan 9:6:1)
Sebab terjadinya
penyimpangan hukum Mendel adalah munculnya
individu baru yang memiliki sifat yang berbeda dari kedua induknya.
DAFTAR PUSTAKA
Suryo. 1990.Genetika. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar